Jika cibiran “sadar hak lupa
kewajiban “selama bertahun tahun sering
ditujukan kepada para buruh yang suka
demo atau pegawai yang suka menuntut ,ada baiknya perlu ditinjau lagi. Mengapa..?
Hak secara sederhana dideskripsikan sebagai konsekuensi logis imbalan yang harus diterima sepadan setelah menunaikan kewajiban,adalah
patut disadari sebagai sesuatu yang sah diperjuangkan .Dikarenakan sangat
banyak pengupah baik kalangan instansi dan pengusaha yang membayar upaya orang
tidak sesuai dengan keringatnya. ...
Tidak adanya ukuran capaian kinerja
yang jelas, sistem kompensasi yang tidak adil ,tidak memiliki standar pengupahan
yang manusiawi ,menyembunyikan omset/ anggran proyek sebenarnya,laporan fiktif
dsb,merupakan perilaku yang tidak mungkin dilakukan oleh para pegawai rendahan
atau buruh .Namun tenaga senior yang sedikit berkewenangan mengatur nasib hidup
para pegawai rendahan /buruh itu pelaku utamanya dengan berbagai “modus”.
Seringkali para “petinggi “yang
tidak telalu tinggi jabatan dan
pangkatnya itu memberikan ancaman ,pecat atau tidak mengikut sertakan dalam
proyek ,jika pegawai rendahan tidak loyal kepadanya.Atau sering memberikan
tugas tugas tambahan dengan beban diluar job
desk/ standar operasional procedur,sudah
menjadi kebiasaan yang membiasa,alias menjadi karakter pegawai yang
berkedudukan setengah setengah itu.
Sebagai pegawai rendahan yang tentu tidak bisa menolak apalagi jika
dikatakan bahwa tugas itu adalah kewajiban dan loyalitas kepada atasan atau
rekan senior.Serba susah menjadi pegwai rendahan …!
Namun giliran “pejabat setengah setengah” itu harus melaksanakan kewajibannya yaitu membayar
keringat pegawai yang sudah kering keringatnya itu karena terlalu lama menunggu
upahnya ,apa yang dilakukan “Pejabat”
tersebut ,menyunat honor ,banyak
berdalih pekrjaan itu sudah tugas
pegawai , orang dalam kan sudah digaji tambahan kerja kenapa diberi banyak,,tidak
memasukan dalam daftar tim kerja proyek padahal ilmu dan tenaga dipakai pegawai
rendahan itu sudah maksimal sehingga honornya nggak keluar dsb.
Padahal “unit cost” nya tertera standar untuk pay for performance bukan pay for position ..dibayarkan kepada pelaksana bukan pengelola sesuai standar ketetapan yang sama ,….!.
Padahal “unit cost” nya tertera standar untuk pay for performance bukan pay for position ..dibayarkan kepada pelaksana bukan pengelola sesuai standar ketetapan yang sama ,….!.
Kalau sudah begini siapa yang haya sadar hak lupa kewajiban…kalau dalam menggunakan bahasa agama ,siapa yang yang lebih keji …!!!!
0 komentar:
Posting Komentar