Kamis, 01 April 2010

Minus Margin ,Kok jalan terus ?


Kank hari Insight Management


Minus Margin ,kok jalan terus ?


Beberapa sales agen penjualan pasip dari produk media cetak sedang berkumpul untuk acara meeting triwulan. Maklum mereka adalah agen tunggal yang tidak boleh menjual produk dari competitor.Saya sebut agen penjualan pasip karena mereka hanya menunggu konsumen datang.mengingat porsi kue pasar media sudah crowded ,penuh sesak. Agen dengan sejumlah aturan mengikat harus bersaing dengan se sama agen tunggal disamping juga harus bersaing dengan competitor product lain.Jadilah para agen tersebut kian terjepit…!

Saya sendiri didaulat untuk mengatur jalannya acara.sekaligus menganalisa.

Inilah beberapa keluhan para agen :

Pertama , se sama agen tunggal ribut soal harga pokok penjualan.Lantaran pengecer bisa mendapatkan harga lebih murah dari HPP.Akibat yang terjadi agen banting bantingan harga agar bisa bertahan. Keuntungan yang didapat tentu saja sangat mepet bahkan mereka berani minus margin berharap mendapat penghasilan dari bonus bulanan dan triwulan.

‘Apakah ada pengkhianat diantara kita ?”,itulah pertayaan cak Dipo dari Surabaya Utara.

Semua agen sedikit tegang dan saling pandang.”Gak mungkin mereka serempak menjawab!”.
Dengan harga jauh lebih murah dari profit margin dapat dipastikan tidak ada agen yang tahan berlama lama. Karena membutuhkan dana yang banyak untuk menutup selisih harga. Mengingat rupiah yang harus dibayar kekasir adalah HPP. Sedangkan keadaan semacam ini sudah bertahun tahun.Jadi..!

Ada kemungkinan ,sumber dari dalam sedang mempertahankan Market Share. Dikarenakan memang ada distric manager sebagai penguasa wilayah .Jika masing masing wilayah mendapat target penjualan sementara tidak dapat tercover oleh agennya . Maka yang terjadi bisa menggunakan segala macam cara. Yang begini sudah lazim didunia bisnis…bukan cuma di media. Hampir disemua produk kategori.
Lantas bagaimana sikap agen ,”tetaplah mengawasi wilayah kekuasaan , lebih dekat dengan konsumen dan bersatu !,itu jawaban saya. Bargaining power agen itu sangat lemah terhadap perusahaan…

Kedua ,Agen tidak bisa menjual sendiri.Apalagi untuk produk media cetak itu punya waktu edar disamping kalah cepat dengan informasi televisi . Masih ditambah lagi kebiasaan membaca masyarakt kita masih parah. Bahkan mereka lebih mengutamakan membeli rokok dibanding Koran. Masih ada lagi baca koran bukan lagi prioritas selagi ekonomi sulit.Maka semakin tipislah harapan agen meningkatkan penjualan.

Saya pada suatu kesempatan memang sempat bertemu Direktur produk media tersebut. Dan sudah saya sampaikan bahwa guna mendorong kebiasaan membaca perlu conditioning . Spanduk ,running text di televisi , penggunaan SMS untuk meng informasikan berita hari itu .Sebagai Above The Line akan banyak membantu agen dalam penjualannya. Mengingat banyak agen tidak diijinkan masuk keperumahan elite. Setidaknya calon konsumen telah ter disonasi kognitif oleh informasi tersebut sehingga melanjutkan dengan membeli koran bersangkutan.

Nah saya bilang kepada para agen untuk berani melakukan pemasaran media unconvensional dengan menggunakan tele marketing…ya mereka bilang :”yang ini agak susah!. Bukan cuma persoalan biaya pulsa tapi jika dilakukan sendiri pasti sulit strategi komunikasinya. Jika bayar telemarketer wah abis dong keuntungannya….!”itulah alasan yang disampaikan.


Ketiga , berkaitan dengan media lain. Banyak pembelaan dari devisi pemasran bahwa harga itu membentuk segmentasi psikografis sendiri. Artinya pada tingkat harga tertentu akan menentukan segmen pembaca sendiri. Bisa betul… tapi kenyataannnya dengan harga tiga kali lebih murah suka tidak suka ,pembaca tidak terlau loyal jjika bukan pembaca fanatik. Mengingat koran bukan satu satunya media informasi yang tercepat. Maka membaca koran tidak lagi kebutuhan utama untuk suatu produk informasi.

Harus diakui brand switching telah terjadi. Terbukti peningkatan oplah pesaing meningkat pesat. Dan juga harus berani diakui bahwa penurunan omset tak dapat diingkari. Hal ini tidak cuma ter jadi di Indonesia , media Hongkong dan Amerika sudah tumbang terlebih dulu karena kesulitan likuiditas.Saya masih ingat tulisan pak Hermawan Kertajaya dua puluh tahun yang lalu,” banting bantingan harga tidak ada yang menang,semua kalah !” Kalau penerbit bangkrut agen tutup meskipun hal itu, sangat tidak mungkin untuk saat ini !


Para agen tunggal tersebut binggung mengapa ada perusahaan berani minus margin sampai puluhan tahun ? Saya pun tersenyum. Perlu dicermati siapa pemegang saham terbesar di perusahaan tersebut. Jika pemodal besar maka bisa dimengerti , strategi menahan laju percepatan meraih market share adalah upaya pertamanya. Agar produk tersebut tidak menjadi pemain tunggal. Mengingat Koran itu memiliki cash flow ganda dari penjualan produk dan iklan . s aat ini masih ditambah dengan pendapat event marketing berbasis komunitas pembaca . Jadi menjadi pemaian tunggal pasti keuntungan besar. Dan hal ini tentu tidak dibiarkan!. Maka menahan laju percepatan pasar dengan minus margin harus dilakukan oleh competitor.

Strategi pembiayaan produksi Koran murah tentu harus cerdik dalam siasat subsidi. Karena sama juga jika nanti Tiras nya menggelembung. Dapat dipastikan kepercayaan pemasang iklan pun meningkat. Karena iklan selalu dikaitkan dengan kecepatan barang laku. Dan porsi iklan media cetak masuk pada urutan kedua setelah televise yang omzetnya bisa triliunan rupiah. Angka yang fantastis..
Saya juga bilang kepada para agen tunggal analisa saya juga bisa salah…
“Jadi apakah kami harus selingkuh….’ Kata mereka serempak , Saran saya “ jangan !”

Pertama jika ketahuan fasilitas bisa dicabut. Kedua terlalu banyak item penjualan juga memusingkan. Dan ketiga suatu saat mungkin semua agen harus tunggal agar focus strategi marketingnya ,termasuk para agennya.

Dan para agen pun bubar dengan harap harap cemas mudah-mudahan umur Koran masih panjang..ditengah kecanggihan Information Technology and Communication ! Amin

Karena jika penerbit sampai mati ,ada ribuan dari mata rantai pekerja media yang harus menanggung resikonya.

0 komentar:

Posting Komentar