Rabu, 30 Maret 2016

KECEMASAN MASYARAKAT TERHADAP UNDANG UNDANG NO 23 TAHUN 2014 DALAM PERSPEKTIF AWAM ADALAH KELEMAHAN SOSIALISASI DAN EDUKASI


                Beberapa kali mengikuti perdebatan tentang Undang Undang No 23 tahun 2014  di TV lokal, sepertinya beberapa kali (juga) tidak dihadiri  pihak lembaga  yang berwenang yang  terkait dan terikat dengan pelaksanaan undang undang tersebut.
 Akibatnya sebagai orang awam saya berpendapat sangat masuk akal kecemasan para orang tua dan siswa terhadap perberlakuan  Undang Undang tersebut dengan segala kecemasan terhadap konsekuensi logis yang diperkirakan akan diterima warga Surabaya khususnya Siswa SMA. Karena tidak  ada “Jaminan Kapastian”  dalam bentuk payung hukum yang memberikan guarantee kepada warga Surabaya, sehingga pelayanan pendidikan di Surabaya menjadi lebih baik pasca pemberlakuan Undang undang tersebut yang tinggal menghitung bulan. Baik jaminan yang sudah dinikmati berupa biaya sekolah yang selama ini  ditanggung APBD kota Surabaya dengan BOPDAnya sehingga biaya SMA  gratis    maupun segala macam fasilitas pelayanan optimal yang sudah dilakukan di  Surabaya.

 Salah satu kecemasan nya adalah angka putus sekolah tinggi karena sudah tidak gratis lagi..!


Menjelang implementasi Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 pada tahun depan. Kota Surabaya mulai khawatir penghapusan sekolah gratis seperti program mitra warga bagi keluarga miskin akibat penerapan Undang-Undang 23 pada tahun mendatang. Surabayanews.co.id 
http://surabayanews.co.id/2015/02/10/13388/uu-23-warga-miskin-terancam-tak-bisa-sekolah.html

Sabagai orang yang awam tentang sistem proses dan prosedur terwujudnya undang undang tersebut,  saya berpendapat keterbatasan akses untuk mengidentifikasi  secara jelas tentang bagaimana pelaksanaan undang undang tersebut berkaitan dengan optimalisasi pelayanan yang sudah diterima selama ini menjadi lebih baik. Dalam perumusan nya tidak berdasarkan data dan fakta  segmentasi geographic beserta capaian optimal pelayanan pendidikan yang sudah dilakukan selama ini. Sehingga menimbukan kecemasan bagi warga kota Surabaya.

Bisa juga pendekatan yang dilakukan atau asumsi yang terbangun  adalah pengelolaan dan pelayanan  pendidikan dianggap sebagai  satu kesatuan yang besar sehingga pelaksanaan nya bisa seragam, tidak dibedakan dan terfokus pada hanya pembagian kewenangan  otoritas, padahal sejauh pengalaman penulis berkeliling beberapa kab /kota  di Jawa Timur  justru sangat beragam mutu pelayanan pendidikan dimasing masing daerah.  Menurut saya jika Target Undang Undang  No 23  tahun 2014 juga diperuntukkan peningkatan mutu pelayanan pendidikan di masing masing kabupaten /kota kesalahan segmentasi distrik daerah kab/kota bisa merusak tujuan utama pemberlakuan undang undang tersebut.

Sebagai warga yang patuh hukum tentu harus taat pada Undang Undang tetapi mempertegas kejelasan Nasib untuk peningkatan Mutu pelayanan pendidikan di Surabaya juga sama pentingnya oleh karena itu upaya yang dilakukan Warga Surabaya dan Siswa SMA untuk mencari kejelasan implementasi dari undang undang itu terhadap kualitas pelayanan pendidikan memang  harus diapresiasi...!Undang undang kan  buatan manusia,  jika target awalnya untuk perbaikan mutu SDM bangsa Indonesia, mempertanyakan kejelasan pelaksanaanya mengapa tidak..?




0 komentar:

Posting Komentar