Beberapa
kali mengikuti perdebatan tentang Undang Undang No 23 tahun 2014 di TV lokal, sepertinya beberapa kali (juga)
tidak dihadiri pihak lembaga yang berwenang yang terkait dan terikat dengan pelaksanaan undang
undang tersebut.
Akibatnya sebagai orang awam saya berpendapat sangat masuk akal kecemasan para orang tua dan siswa terhadap perberlakuan Undang Undang tersebut dengan segala kecemasan terhadap konsekuensi logis yang diperkirakan akan diterima warga Surabaya khususnya Siswa SMA. Karena tidak ada “Jaminan Kapastian” dalam bentuk payung hukum yang memberikan guarantee kepada warga Surabaya, sehingga pelayanan pendidikan di Surabaya menjadi lebih baik pasca pemberlakuan Undang undang tersebut yang tinggal menghitung bulan. Baik jaminan yang sudah dinikmati berupa biaya sekolah yang selama ini ditanggung APBD kota Surabaya dengan BOPDAnya sehingga biaya SMA gratis maupun segala macam fasilitas pelayanan optimal yang sudah dilakukan di Surabaya.
Salah satu kecemasan nya adalah angka putus sekolah tinggi karena sudah tidak gratis lagi..!
Akibatnya sebagai orang awam saya berpendapat sangat masuk akal kecemasan para orang tua dan siswa terhadap perberlakuan Undang Undang tersebut dengan segala kecemasan terhadap konsekuensi logis yang diperkirakan akan diterima warga Surabaya khususnya Siswa SMA. Karena tidak ada “Jaminan Kapastian” dalam bentuk payung hukum yang memberikan guarantee kepada warga Surabaya, sehingga pelayanan pendidikan di Surabaya menjadi lebih baik pasca pemberlakuan Undang undang tersebut yang tinggal menghitung bulan. Baik jaminan yang sudah dinikmati berupa biaya sekolah yang selama ini ditanggung APBD kota Surabaya dengan BOPDAnya sehingga biaya SMA gratis maupun segala macam fasilitas pelayanan optimal yang sudah dilakukan di Surabaya.
Salah satu kecemasan nya adalah angka putus sekolah tinggi karena sudah tidak gratis lagi..!
Menjelang implementasi
Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 pada tahun depan. Kota Surabaya mulai
khawatir penghapusan sekolah gratis seperti program mitra warga bagi keluarga
miskin akibat penerapan Undang-Undang 23 pada tahun mendatang. Surabayanews.co.id
http://surabayanews.co.id/2015/02/10/13388/uu-23-warga-miskin-terancam-tak-bisa-sekolah.html
Sabagai orang yang awam tentang sistem proses dan prosedur
terwujudnya undang undang tersebut, saya
berpendapat keterbatasan akses untuk mengidentifikasi secara jelas tentang bagaimana pelaksanaan
undang undang tersebut berkaitan dengan optimalisasi pelayanan yang sudah
diterima selama ini menjadi lebih baik. Dalam perumusan nya tidak berdasarkan
data dan fakta segmentasi geographic
beserta capaian optimal pelayanan pendidikan yang sudah dilakukan selama ini. Sehingga menimbukan kecemasan bagi warga kota
Surabaya.
Bisa juga pendekatan yang dilakukan atau asumsi yang
terbangun adalah pengelolaan dan
pelayanan pendidikan dianggap
sebagai satu kesatuan yang besar
sehingga pelaksanaan nya bisa seragam, tidak dibedakan dan terfokus pada hanya pembagian
kewenangan otoritas, padahal sejauh pengalaman penulis berkeliling beberapa kab /kota di Jawa Timur
justru sangat beragam mutu pelayanan pendidikan dimasing masing daerah. Menurut saya jika Target Undang Undang No 23
tahun 2014 juga diperuntukkan peningkatan mutu pelayanan pendidikan di
masing masing kabupaten /kota kesalahan segmentasi distrik daerah kab/kota bisa
merusak tujuan utama pemberlakuan undang undang tersebut.
Sebagai warga yang patuh hukum tentu harus taat pada Undang
Undang tetapi mempertegas kejelasan Nasib untuk peningkatan Mutu pelayanan
pendidikan di Surabaya juga sama pentingnya oleh karena itu upaya yang
dilakukan Warga Surabaya dan Siswa SMA untuk mencari kejelasan implementasi
dari undang undang itu terhadap kualitas pelayanan pendidikan memang harus diapresiasi...!Undang undang kan buatan manusia, jika target awalnya untuk perbaikan mutu SDM
bangsa Indonesia, mempertanyakan kejelasan pelaksanaanya mengapa tidak..?
0 komentar:
Posting Komentar