Setelah hampir satu setengah
hari para peserta diklat mendapatkan
materi pelatihan yang disampaikan para
akademisi, kini giliran saya untuk menjadi fasilitator diskusi kelompok ,
setelah sebelumnya saya berikan pengantar bagaimana “aturan main” yang harus
dijalani oleh peserta Workshop “Pelayanan Prima Pendidikan” dalam diskusi kelompok.
Sedangkan materi yang dipakai
dalam diskusi kelompok sudah saya setting
dengan “case method” sedikit meniru
pembelajaran pada program MBA, walaupun jelas sangat berbeda karena waktu
diskusi hanya satu setengah hari lengkap
dengan presentasi hasil diskusi didepan
kelas tentu saja hanya perwakilan karena peserta hanya 78 orang dengan 7
kelompok.
Dengan case method para peserta sengaja saya benamkan dengan situasi real keseharian yang dihadapi atau bakal mereka hadapi. Dimana saya selaku fasilitator meng encourage para peserta untuk berani berpendapat apapun
yang telah mereka ketahui baik teori yang baru saja didapat dari para
narasumber (yang kesemuanya akademisi) maupun pengetahuan yang sebelumnya telah
mereka miliki.
Tugas saya adalah mengamati
setiap pendamping diskusi kelompok untuk bisa meratakan keberanian berpendapat
pada masing masing peserta terlepas mereka bisa sepakat atau tidak dalam satu
kelompok. Tentu saja para pendamping diskusi ini sudah saya briefing sebelumnya tentang apa yang
seharusnya dilakukan.
Disini ada pelajaran yang menarik yang bisa kita ambil dari “case
discussion method” yakni ada peserta yang telah “terkontaminasi” dengan teori yang sudah didapat sehingga terkesan
sangat teoritis ketika ditanya tentang bagaimana implementasinya menjadi sangat
bingung..?. Sementara ada yang mengemukakan pendapat implementasi mudah dilakukan, tapi lemah di landasan
teori, dan ada banyak laiinya..Tujuan
diskusi ini bagi saya untuk memperkaya peserta
agar memiliki ketajaman berpikir
secara luas dengan mau mendengarkan opini atau pendapat dari peserta lain yang
berbeda pandapat dengan mengesampingkan egosektoral.
Saat presentasi di depan kelas hasil
“ konsesus “ sementara yang didapat oleh
para peserta, peserta lain dari kelompok
yang tidak berpresentasi memberikan
pertanyaan kepada pemrasaran yang sedang berpresentasi sebagai pertanyaan ujian
kekuatan opininya, meskipun sebagian besar malu malu atau sungkan “ngrejain teman sendiri”. Jika sudah demikian maka ganti tugas saya
sebagai fasilitator lah yang memberikan
pertanyaan pertanyaan “provokatif “sehingga
suasana kelas menjadi heboh.. !, sehingga bukan saja yang presentasi maupun
peserta lain akhirnya heboh segera menjawab karena ingin
‘meluruskan” pernyataan kontradiktif yang
ingin disampaikan.
Bukankah tugas saya menjadi provaktor dalam diskusi ini setidaknya itulah presepsi
para peserta saat bersama sama turun
dalam satu lift kepada saya usai acara berlangsung, Kank hari itu bukan cuma fasilitator tapi juga provokator, ...? . hehehe
dan saya pun tertawa sambil berkata dalam hati berarti tugas saya telah
berhasil..!! . Bersambung
0 komentar:
Posting Komentar