Sabtu, 21 November 2015

FASILITATOR HARUS JADI “PROVOKATOR” , (Case Discussion Method)


Setelah hampir satu setengah hari  para peserta diklat mendapatkan materi  pelatihan yang disampaikan para akademisi, kini giliran saya untuk menjadi fasilitator diskusi kelompok , setelah sebelumnya saya berikan pengantar bagaimana “aturan main” yang harus dijalani oleh peserta Workshop “Pelayanan Prima Pendidikan”   dalam diskusi kelompok.


Sedangkan materi yang dipakai dalam diskusi kelompok sudah saya setting dengan “case method” sedikit meniru pembelajaran pada program MBA, walaupun jelas sangat berbeda karena waktu diskusi  hanya satu setengah hari lengkap dengan presentasi hasil diskusi  didepan kelas tentu saja hanya perwakilan karena peserta hanya 78 orang dengan 7 kelompok.
Dengan case method para peserta sengaja saya benamkan  dengan situasi real  keseharian  yang dihadapi atau bakal mereka hadapi.  Dimana saya selaku fasilitator meng encourage  para peserta untuk berani berpendapat apapun yang telah mereka ketahui baik teori yang baru saja didapat dari para narasumber (yang kesemuanya akademisi) maupun pengetahuan yang sebelumnya telah mereka miliki.
Tugas saya adalah mengamati setiap pendamping diskusi kelompok untuk bisa meratakan keberanian berpendapat pada masing masing peserta terlepas mereka bisa sepakat atau tidak dalam satu kelompok. Tentu saja para pendamping diskusi ini sudah saya briefing sebelumnya tentang apa yang seharusnya dilakukan.
Disini ada  pelajaran yang menarik yang bisa kita ambil  dari “case discussion method” yakni ada peserta yang telah “terkontaminasi”    dengan teori yang sudah didapat sehingga terkesan sangat teoritis ketika ditanya  tentang  bagaimana implementasinya menjadi sangat bingung..?. Sementara ada yang mengemukakan pendapat implementasi  mudah dilakukan, tapi lemah di landasan teori,  dan ada banyak laiinya..Tujuan diskusi ini bagi saya untuk memperkaya peserta  agar memiliki  ketajaman berpikir secara luas dengan mau mendengarkan opini atau pendapat dari peserta lain yang berbeda pandapat dengan mengesampingkan egosektoral. 
Saat presentasi di depan kelas hasil “ konsesus “ sementara  yang didapat oleh para peserta, peserta lain  dari kelompok yang tidak berpresentasi  memberikan pertanyaan kepada pemrasaran yang sedang berpresentasi sebagai pertanyaan ujian kekuatan opininya, meskipun sebagian besar malu malu  atau sungkan “ngrejain teman sendiri”.  Jika sudah demikian maka ganti tugas saya sebagai fasilitator lah  yang memberikan pertanyaan pertanyaan “provokatif “sehingga suasana kelas menjadi heboh.. !, sehingga bukan saja yang presentasi maupun peserta  lain  akhirnya heboh segera menjawab karena ingin ‘meluruskan” pernyataan  kontradiktif yang ingin disampaikan.
 Bukankah tugas saya menjadi provaktor  dalam diskusi ini setidaknya itulah presepsi para peserta saat  bersama sama turun dalam satu lift kepada saya usai acara berlangsung, Kank hari itu bukan cuma fasilitator tapi juga provokator, ...? . hehehe dan saya pun tertawa sambil berkata dalam hati berarti tugas saya telah berhasil..!! . Bersambung


0 komentar:

Posting Komentar